hōm ŭv THə blūz

For those about to blog, i salute you

Reminiscing Bokep

with 6 comments

Koq bisa tiba-tiba nulis tentang bokep? Karena Mas Handy (saya memanggilnya Mas Tangan), teman sekantor saya itu saat ini sedang sibuk dengan komputernya di pojokan. Dia ini adalah sinonim dari kato porno di kantor saya. Koleksi film pornonya ratusan, aktris favoritnya adalah Cytherea. Situs favorit? Banyak. Megaporn(dot)com, redlightarea(dot)com, and so on.

FYI, waktu saya menulis ini, jam di kantor sudah menunjukkan 3 jam lewat jam kantor. Bos sudah pulang, karyawan tinggal yang shift malam, ada koneksi internet plus ditambah status sebagai pria lajang, apa lagi yang dilakukan kalau bukan surfing gambar porno di internet? 😀

Apalagi tadi siang saya sempat membaca beberapa postingan di blog orang tentang perkembangan industri porno. Semakin yakinlah saya untuk membuat postingan ini. Yang juga sekaligus membuat saya yakin kalau Balkan Kaplale, si partisan Penegak Keadilan Seksual (PKS) dan tim perumus UU Pornografi itu memang tampaknya butuh NGENTOT deh. Oops, excuse my French.

Tidak seperti anak-anak jaman sekarang yang sudah difasilitasi koneksi internet dan handset yang support format .3gp, generasi saya dulu harus bersusah-payah kalau sekedar ingin mencari sumber informasi yang berbau birahi. Maklum, internet masih barang baru dan handphone baru hanya dimiliki oleh anggota Triad Hongkong, itu juga masih berupa batangan yang besar, tebal dan berat.

Apa saja ya? Ini sebagian yang saya ingat.

1. Stensil. Eny Arrow, anyone? Ditambah scene perzinahan antara murid dan guru, anak kost dengan ibu kost, plus lokasi-lokasi di cerita yang tampaknya sangat eksploratif dan inspiratif sekali, membuat stensil cukup menjadi primadona di era saya tumbuh besar dulu. Eny Arrow membuat khayalan saya dalam bidang seks dengan lawan jenis cukup liar pada waktu itu. Dan barang jenis ini selalu saja masuk daftar teratas barang yang berhasil dikumpulkan oleh guru di razia tas murid, selain rokok tentunya. Ahh, enakkss!

2. Bokep disket pipih. Pernah menonton bokep dari disket pipih yang lebar dan besar itu? Saya pernah. Kualitas gambarnya? Lebih parah dari format .3gp yang terjelek sekalipun.

3. Majalah porno. Pasar Senen, Jakarta menyimpan banyak keaneka-ragaman barang dagangan. Di daerah belakang terminal, ada kumpulan pedagang yang menjajakan buku. Mulai dari buku bekas, buku baru, buku baru yang bajakan hingga, yak benar, majalah porno. Pedagangnya juga sangat gigih dalam mempromosikan dagangannya, kalau tidak bisa disebut sangat berdedikasi terhadap profesi. Ketika SMP, saya pernah berbelanja kesana dan diajak hingga ke gudang penyimpanannya. Isinya ratusan tumpuk majalah porno dan saya disuruh memilihnya sendiri. Waktu itu, harga empat puluh ribu rupiah untuk satu eksemplar Playboy atau Penthouse bekas membuat saya pernah mengumpulkan uang jajan sebulan penuh untuk membelinya. Hasilnya? Majalah tersebut kemudian disita oleh almarhumah Ibu yang sedang membereskan kamar saya.

4. Video Porno. Dulu DVD bahkan belum eksis. Laser disc porno pun kebanyakan masih yang semi porno. VHS/Betamax banyak yang sudah tidak punya playernya. Jadi jalan yang paling populer waktu itu adalah via VCD. Kalau ada rumah yang di terasnya banyak tergeletak sendal, pintu dan tirai jendela tertutup, serta TV menyala tapi tidak ada suaranya, sudah pasti itu sedang terjadi proses pembelajaran tentang proses reproduksi manusia melalui faham pornografi.

5. Tabloid semi porno legal. Di akhir tahun ’90an, terima kasih untuk gelombang reformasi yang kemudian mempermudah terbitnya SIUPP, banyak sekali tabloid-tabloid semi porno yang dijual bebas di tengah masyarakat. Dengan kedok hiburan atau mistis, tabloid-tabloid itu memberi akses kepada ABG yang ingin melihat dada besar dan paha mulus. Sorry, doesn’t mean to be sexist but it’s a fact.

Ah, bokep. Pelajaran pertama bagi anak manusia yang penasaran kenapa bisa ada adik kecil di dalam perut ibu mereka. Sekaligus sebuah pelajaran untuk para orang tua konservatif yang mengatasnamakan norma kesopanan budaya Timur yang dijadikannya alasan masih tabu untuk mengajarkan seks di rumah. Yang membuat anak-anak mereka nantinya akan mencari tahu insting paling dasar mereka sebagai manusia di lembaran-lembaran stensil, helai demi helai majalah porno dan dari tumpukan VCD/DVD bokep di rumah temannya.

Saya lalu berikrar kalau nanti anak saya lulus SD, akan saya ajak nonton bokep semi porn bersama saya dan ibunya. Lalu akan saya terangkan adegan per adegan. Dan setelah itu dia akan saya beri pengertian bahwa seks itu baik kalau bla..bla..bla. Kemudian dia saya suruh main bola bersama teman-temannya di lapangan terdekat. Lalu saya melanjutkan menonton film bersama istri saya, kali ini lanjut ke tingkat hardcore porn. Lalu kami berdua menonton dengan khusyuk, lalu kami saling berpegangan tangan, kami saling mendekat, kami lalu… (censored)

The End.

😀

Written by koboiurban

18 November, 2008 at 1:14 pm

Posted in Uncategorized

6 Responses

Subscribe to comments with RSS.

  1. mengajarkan pendidikan seks dini pd anak? emang harus dg film porno ya mas?he2.

    haris

    18 November, 2008 at 1:40 pm

  2. koreksi, SEMI porno hehe..

    saya belum menemukan contoh yang lebih baik sih, lagipula metode pembelajaran seks dini bagi anak di negara ini masih awam.

    maksud saya sih, daripada dia menonton pertama kali dengan teman2nya, lebih baik dengan orang taunya sekalian.

    tapi entah teknologi apalagi yang hadir memfasilitasi bokep di jaman anak saya akil baliq nanti.
    😦

    koboiurban

    18 November, 2008 at 1:44 pm

  3. Haha, berterima kasihlah kepada bintang2 film porno, karena sudah memberikan pendidikan seks kepada kita.
    Eh, film ‘gaya bercinta’ di hardis temen lo, copy dong!

    Dony Alfan

    18 November, 2008 at 2:14 pm

  4. ‘Lalu kami berdua menonton dengan khusyuk, lalu kami saling berpegangan tangan, kami saling mendekat, kami lalu… (censored)…’

    kami????

    sang lintang lanang

    25 November, 2008 at 7:05 am

  5. Miyabi uncensored!!!
    Masih menunggu Sora Aoi dan Nana untuk berani tampil tanpa di-mozaik 😀

    Dony Alfan

    1 December, 2008 at 7:28 pm

  6. Kalo soal nostalgia susahnya mo ngac*ng di jaman dulu saya juga punya cerita, dulu saya berempat sama temen2 saya pernah niat banget kelayapan ke termminal lawas Jogja, akhirnya berbuah manis dengan sebuah majalah porno seharga 45 rebu, mbuh saiki nangdi majalahe…

    Btw ternyata sampeyan kepikiran punya istri dan beranak juga toh?? weh..kemajuan ki…hahahahaha

    Panjoell

    31 December, 2008 at 4:37 am


Leave a comment